UMKM & Pertumbuhan Inklusif: Apa Kabar Kita?

Kamis, 12 Juni 2025 • 6 min read

UMKM & Pertumbuhan Inklusif: Apa Kabar Kita?

Pertumbuhan ekonomi yang inklusif bukan sekadar jargon. Ini adalah komitmen bahwa setiap warga negara—termasuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK)—merasakan manfaat nyata dari pembangunan. Bukan hanya kelompok elit atau usaha besar saja yang tumbuh, tapi mereka yang selama ini bekerja dalam sunyi di gang-gang sempit, pasar tradisional, atau dapur rumah tangga.

Dalam sesi Forum Strive Learning Network bersama Mastercard Indonesia, Mercy Corps Indonesia, 60 Decibels, dan Bappenas RI, mengundang Ibu Dewi Meisari, Founder dan CEO Tumbu.co.id untuk menjadi moderator dalam sesi panelis. Kami mendalami kondisi UMK Indonesia lewat laporan terkini “Striving to Thrive – Indonesia Report 2025.” Data-data yang diangkat sungguh membuka mata, sekaligus menantang kita semua untuk bergerak lebih sistemik.

Apa yang kita pelajari?

  1. Pasar Masih Lokal Sekali
    Sebanyak 98% pelaku UMK hanya menjual produk ke lingkungan sekitar. Hanya 10% yang menjangkau pasar nasional, dan hanya 4% yang sudah bermain di pasar internasional. Digitalisasi belum sepenuhnya menjadi jembatan ekspansi: baru 27% UMK yang menjual secara hybrid (offline & online).
  2. Pinjaman Masih Dianggap Risiko
    Walaupun akses ke pinjaman sangat menentukan kemampuan tumbuh, nyatanya hanya sekitar 30% UMK yang menggunakan pinjaman dalam 12 bulan terakhir. Sebagian besar menilai mereka "tidak butuh", tapi hambatan seperti bunga tinggi dan syarat agunan juga jadi penyebab.
  3. Formalisasi Masih Tantangan Besar
    55% usaha mikro masih informal alias tidak memiliki NIB atau sertifikasi. Sebaliknya, pada usaha kecil, angka informalitas turun menjadi 26%. Ini menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha, semakin tinggi urgensi formalitas.
  4. Pertumbuhan Omset: Mikro vs Kecil
    Usaha kecil tampak lebih resilien. 60% usaha kecil mengalami peningkatan pendapatan, sedangkan pada usaha mikro, hanya 40%. Ini menggarisbawahi pentingnya dukungan yang proporsional dan berbasis kebutuhan.
  5. Bisnis Hijau Masih Minoritas
    Hanya 22% UMK yang sudah mulai menerapkan praktik ramah lingkungan. Mayoritas masih menghadapi kendala biaya dan akses terhadap bahan baku berkelanjutan.
  6. Layanan Dukungan Sangat Membantu, Tapi Belum Merata
    Walaupun 81% pelaku UMK yang mengakses layanan dukungan (pelatihan, mentoring, digitalisasi) merasa terbantu, nyatanya lebih dari 60% belum pernah mengakses layanan semacam ini. Ini adalah "buah rendah" yang belum dipetik oleh ekosistem pendukung UMK.
  7. Apa yang Diinginkan Pelaku UMK?
    • 40% ingin mendapatkan pelatihan pemasaran digital.
    • 20% ingin belajar manajemen keuangan.
    • Ada minat besar untuk mentoring dan jaringan usaha, tetapi masih minim akses.

Jadi, Apa yang Harus Kita Lakukan?

  1. Kalau cinta Indonesia, jangan lelah berinovasi.
    Data ini menunjukkan bahwa upaya-upaya peningkatan kapasitas UMK tidak bisa diserahkan ke satu pihak saja. Pemerintah, sektor swasta, NGO, akademisi, dan komunitas harus bersinergi membangun ekosistem yang inklusif, adaptif, dan merata.
  2. Kolaborasi adalah kuncinya.
    Forum seperti Strive Learning Network adalah ruang penting untuk bertukar gagasan dan menyatukan langkah. Inilah benih pertumbuhan ekonomi inklusif: ketika kita saling dengar, saling dukung, dan bertindak bersama.

Bagi Anda yang ingin terlibat dalam inisiatif edukasi kewirausahaan, pelatihan digitalisasi, atau akses pendanaan untuk UMK—kami sangat terbuka untuk kolaborasi.

Mari kita bantu UMK Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga bertumbuh dan melompat jauh ke depan. Karena masa depan ekonomi kita terletak di tangan mereka.

📩 Silakan hubungi kami jika Anda ingin berdiskusi atau menjajaki potensi kolaborasi melalui email ke info@tumbu.co.id. Salam Kolaborasi!

#UMKMIndonesia #StriveIndonesia #EkonomiInklusif #Kolaborasi #DigitalisasiUMK #PemberdayaanUMK #StrivingToThrive #SocialImpact

Penulis : Mardiyyah Salsabiila

Tag:

ekonomiinklusif pertumbuhanbisnis bisnisinklusif pemerataanekonomi SDGs ekonomiinklusif